Beranda | Artikel
Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah [4]
Senin, 31 Oktober 2016

oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah

Kedua. Iman kepada para malaikat, maknanya adalah membenarkan wujud/keberadaan mereka dan bahwasanya mereka adalah salah satu makhluk ciptaan Allah. Allah ciptakan mereka dari cahaya.

Allah ciptakan mereka untuk beribadah kepada-Nya dan melaksanakan perintah-perintah-Nya di alam semesta. Sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Bahkan mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, mereka tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka dengan perintah-Nya selalu mengerjakan.” (al-Anbiyaa’ : 26-27)

Allah berfirman (yang artinya), “Allah menjadikan para malaikat itu sebagai utusan-utusan yang memiliki sayap-sayap masing-masing ada yang dua, tiga, dan empat. Allah tambahkan dalam penciptaan itu seperti apa yang dikehendaki oleh-Nya.” (Fathir : 1)

Ketiga. Iman kepada kitab-kitab, artinya membenarkannya beserta petunjuk dan cahaya yang ada di dalamnya, dan bahwasanya Allah telah menurunkan kitab-kitab itu kepada para rasul-Nya demi memberikan petunjuk kepada umat manusia. Dan yang paling agung diantaranya adalah tiga kitab suci; Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan yang paling agung diantara ketiganya adalah al-Qur’an al-Karim. Inilah mukjizat yang terbesar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah; Seandainya berkumpul manusia dan jin untuk mendatangkan sesuatu yang serupa dengan al-Qur’an ini niscaya mereka tidak bisa mendatangkan yang serupa, walaupun sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain.” (al-Israa’ : 88)

Dan Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengimani bahwasanya al-Qur’an adalah kalam/ucapan Allah yang diturunkan dan bukanlah makhluk. Baik huruf dan makna-maknanya semua adalah ucapan Allah. Hal ini berseberangan dengan kaum Jahmiyah dan Mu’tazilah yang mengatakan bahwa al-Qur’an ini semuanya adalah makhluk; yaitu huruf maupun makna-maknanya. Dan juga Ahlus Sunnah berbeda dengan kaum Asya’irah (yang mengaku-ngaku sebagai pengikut Imam Abul Hasan al-Asy’ari, pent) dan yang serupa dengannya yang mengatakan bahwa makna-maknanya itu adalah kalam Allah sedangkan huruf-hurufnya adalah makhluk. Dan kedua pemahaman itu adalah batil.

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan apabila ada seorang diantara kaum musyrik itu yang meminta perlindungan kepadamu maka lindungilah ia sehingga dia bisa mendengar kalam Allah.” (at-Taubah : 6). Allah juga berfirman (yang artinya), “Mereka itu ingin untuk mengganti kalam Allah.” (al-Fath : 15). Ini semua menunjukkan bahwa al-Qur’an -baik makna maupun lafalnya, pent- merupakan kalam/ucapan Allah, bukan ucapan dari selain-Nya.

Keempat. Iman kepada para rasul, artinya membenarkan mereka semuanya baik yang disebutkan namanya oleh Allah maupun yang tidak disebutkan namanya dari yang pertama hingga yang terakhir dan penutup mereka yaitu nabi kita Muhammad -semoga salawat dan salam tercurah kepada beliau dan mereka semua-.

Keimanan kepada para rasul yang lain adalah keimanan secara global, sedangkan iman kepada nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keimanan secara terperinci. Dan kita juga meyakini bahwasanya beliau adalah penutup para rasul, oleh sebab itu tidak ada lagi nabi setelahnya. Barangsiapa tidak meyakini hal itu maka dia kafir.

Beriman kepada para rasul itu artinya juga tidak boleh bersikap berlebihan dan meremehkan mereka; hal ini menyelisihi kaum Yahudi dan Nasrani yang telah bersikap berlebih-lebihan dan melampaui batas terhadap sebagian rasul, sampai-sampai mereka mengangkatnya sebagai anak-anak Allah. Hal itu sebagaimana firman Allah ta’ala (yang artinya), “Yahudi berkata bahwa Uzair adalah anak Allah. Dan Nasrani berkata bahwa al-Masih (nabi ‘Isa) adalah anak Allah.” (at-Taubah : 30)

Di sisi lain kaum Sufi dan falasifah (penganut filsafat) meremehkan kedudukan para rasul. Mereka merendahkannya dan lebih mengutamakan imam-imam/panutan mereka di atas para rasul itu. Sementara para pemuja berhala (kaum paganis) dan atheis/mulhid mengingkari semua rasul. Kaum Yahudi mengingkari Isa dan Muhammad ‘alaihimas sholatu was salam. Nasrani mengingkari Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Padahal, barangsiapa mengimani sebagian mereka dan dia mengingkari sebagian [rasul] yang lain maka dia telah kafir/ingkar kepada semuanya.

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang kufur kepada Allah dan para rasul-Nya, dan mereka ingin memisah-misahkan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, mereka mengatakan; Kami beriman kepada sebagian dan mengingkari sebagian yang lain, dan mereka ingin mengambil jalan lain diantara itu semuanya, mereka itulah orang-orang kafir yang sebenarnya.” (an-Nisaa’ : 150-151)

Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Kami tidak akan membeda-bedakan seorang pun diantara para rasul-Nya.” (al-Baqarah : 285)

[Bersambung insya Allah]

Sumber : Min Ushul ‘Aqidati Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 18-21


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/pokok-pokok-aqidah-ahlus-sunnah-4/